Sebelum menarik seperti
sekarang ini, Gunung Pinang bukan tempat wisata melainkan sebuah hutan lebat,
rapat, dan subur dengan berbagai tingkatan strata tajuk. Hingga pada 1940-1943,
terjadi beberapa kali kemarau panjang di wilayah sekitar Gunung Pinang yang
mengakibatkan kekeringan. Dikarenakan kepercayaan masyarakat bahwa dengan
membakar hutan akan turun hujan, maka kawasan hutan gunung pinang menjadi lahan
kritis dengan tegakan pohon yang jarang.
Kemudian reboisasi dilaksanakan sejak
tahun 1970, dilanjutkan reboisasi heroik pada tahun 1978-1979 dengan berbagai
macam jenis tanaman. Karena reboisasi ini, maka di Puncak Pinang terdapat
berbagai macam vegetasi antara lain jati, mahoni, acaur, cebreng, kesambi, dan
flamboyan..
Ada pun cerita Hikayat dari Gunung
Pinang. Cerita ini mirip dengan Hikayat Tangkuban Perahu. Hanya namanya saja
yang berbeda. Berikut ceritanya.
“Konon di daerah pesisir teluk Banten hidup seorang janda miskin dengan anak
laki-laki bernama Dampu Awang. Dampu Awang merantau dan menikah dengan anak
gadis seorang pemilik kapal yang kaya raya dan Dampu diangkat menjadi nahkoda.
Suatu hari, Dampu dan Istri beserta pengawalnya berlayar dari negeri Malaka ke
Banten dan saat sampai ke Teluk Banten Dampu bertemu dengan Ibunya. Dampu tidak
mengakui Ibunya yang miskin. Akhirnya saat Dampu pergi berlayar, kapalnya
dihantam badai angin puyuh dan terlempar jauh tertelungkup dan kemudian
menjelma menjadi Gunung Pinang”.
Gunung Pinang sekarang merupakan wisata alam kekinian yang hits di Desa
Pejaten Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang, Banten. Setiap weekend banyak
warga lokal yang berkunjung ke tempat ini. Dulunya Gunung Pinang tidak sehits
dan seindah sekarang, tapi kini ditangan Perum Perhutani dan Badan
Usaha Milik Desa ( BUMDES) SUKSES BERSAMA Desa Pejaten Kecamatan
Kramatwatu Kabupaten Serang. Wisata alam Gunung Pinang diberikan sentuhan
inovatif guna menarik wisatawan berkunjung dan pada saat ini adalah salah
satu Unit Usaha Prioritas untuk terus dikembangkan oleh BUMDES
SUKSES BERSAMA Desa Pejaten. (Subhan PLD)
Sebelum menarik seperti
sekarang ini, Gunung Pinang bukan tempat wisata melainkan sebuah hutan lebat,
rapat, dan subur dengan berbagai tingkatan strata tajuk. Hingga pada 1940-1943,
terjadi beberapa kali kemarau panjang di wilayah sekitar Gunung Pinang yang
mengakibatkan kekeringan. Dikarenakan kepercayaan masyarakat bahwa dengan
membakar hutan akan turun hujan, maka kawasan hutan gunung pinang menjadi lahan
kritis dengan tegakan pohon yang jarang.
Kemudian reboisasi dilaksanakan sejak
tahun 1970, dilanjutkan reboisasi heroik pada tahun 1978-1979 dengan berbagai
macam jenis tanaman. Karena reboisasi ini, maka di Puncak Pinang terdapat
berbagai macam vegetasi antara lain jati, mahoni, acaur, cebreng, kesambi, dan
flamboyan..
Ada pun cerita Hikayat dari Gunung
Pinang. Cerita ini mirip dengan Hikayat Tangkuban Perahu. Hanya namanya saja
yang berbeda. Berikut ceritanya.
“Konon di daerah pesisir teluk Banten hidup seorang janda miskin dengan anak laki-laki bernama Dampu Awang. Dampu Awang merantau dan menikah dengan anak gadis seorang pemilik kapal yang kaya raya dan Dampu diangkat menjadi nahkoda. Suatu hari, Dampu dan Istri beserta pengawalnya berlayar dari negeri Malaka ke Banten dan saat sampai ke Teluk Banten Dampu bertemu dengan Ibunya. Dampu tidak mengakui Ibunya yang miskin. Akhirnya saat Dampu pergi berlayar, kapalnya dihantam badai angin puyuh dan terlempar jauh tertelungkup dan kemudian menjelma menjadi Gunung Pinang”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar